Popular Posts

Featured Post (Slider)

About

Contact us

Recent Posts

Featured Posts

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Follow us

Combine

Horizontal

Pages

Vertical1

Diberdayakan oleh Blogger.

Gallery

Vertical2

Top 10 Articles

Portfolio

PUISI



MERDEKA!

M erah putih berkibat di seluruh Nusantara
E  nergi positif megalir dari para pembela bangsa
R  aih bebas dari penjajah ukir bahagia tak terkira dengan semangat
D  engan semangat membara ingin kuukir karya berharga
E  loklah Negriku dihiasi insan berakhlak mulia...
K  uatlah bangsaku dari serangan yang terus melanda...
A ngkatklah kemuliaan tanah tumbah darahku di hadapan YANG MAHAMULIA...

oleh : Nurul Khaerunnisa
< >

PERMAINAN TRADISIONAL: MELIRIK WARISAN YANG TERLUPAKAN


Kumaha damang? Apa kabar semuanya?
Apakah anda terlahir dan dibesarkan di tanah Priangan tempo dulu? Kalau ya, saya punya satu atau mungkin dua pertanyaan pembuka untuk anda.
Apakah anda masih mengingat bagaimana asyiknya masa kecil anda ketika bermain bersama teman-teman? Wah… Begitu akrab dan menyenangkan rasanya kalau mengenang lagi saat-saat itu. Kotor-kotoran dan bersimbah keringat saat bermain bebentengan misalnya, tidak pernah jadi masalah untuk kita. Bahkan, hanya duduk diam dengan santai sambil memindahkan biji-biji kewuk congklak pun tak kalah menarik dibandingkan dengan berlari-lari bersama teman-teman anda. Ya, begitu banyaknya permainan semacam itu yang pernah anda dan saya coba di masa kanak-kanak dahulu. Kalau dipikir-pikir, begitu kaya dan beragamnya kebudayaan di Indonesia. Jika kita mau menghitungnya, rasanya mirip menghitung bintang-bintang di angkasa. Tak terkecuali permainan tradisionalnya. Oray-orayan, ngadu muncang, atau mungkin egrang, hanya salah satu dari sekian banyaknya permainan khas Indonesia yang saya sebutkan. Nah, apakah anda jadi teringat kembali, saat-saat bermain di kebun maupun lapangan sekolah bersama sahabat anda? Saya jadi teringat kembali bagaimana serunya bermain saat masih di bangku SD.
Tapi lihatlah pada apa yang terjadi kini. Permainan-permainan semacam ini mulai ditinggalkan dan perlahan-lahan dilupakan oleh kita dan anak-anak masa kini. Melihat pesatnya perkembangan teknologi membuat mereka mulai malas dan tidak tertarik untuk mencoba memainkan permainan-permainan seperti engklek. Padahal, permainan tradisional adalah salah satu warisan budaya yang wajib dipertahankan dan dilestarikan di Indonesia. Malah seharusnya, seiring bertambah canggihnya teknologi, kita dapat memanfaatkan teknologi Internet untuk mencari dan mendalami jenis-jenis permainan tradisional yang tersebar hingga seluruh Nusantara.
Sekarang, mari kita tinggalkan sejenak permasalahan itu karena saya akan mengajak anda untuk kembali menjumpai dan mengenal lebih dalam tiga permainan tradisional daerah Sunda favorit saya atau yang lebih akrab disapa kaulinan barudak.
  • Bebentengan
Bebentengan adalah permainan yang cukup terkenal dan biasanya dilakukan untuk menghilangkan kebosanan dan mengisi waktu luang anak-anak sebelum banyaknya permainan modern yang menggantikan posisinya di mata anak-anak zaman kini,. Bebentengan, di beberapa daerah sering kali dikenal sebagai rerebonan di daerah Jawa Barat, sedangkan di daerah lain juga dikenal dengan nama prisprisan, omer, jek-jekan.Permainan ini dilakukan oleh dua kelompok, dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4-8 orang. Pembagian anggota kelompok biasanya dilakukan dengan suitatau hompimpah. Biasanya dibagi hingga kedua kelompok memiliki jumlah anggota yang sama banyak.  Bebentengan bisa dilakukan oleh baik anak laki-laki maupun perempuan. Permainan ini membutuhkan tempat yang cukup luas  berukuran kira-kira 10 x 5 meter persegi, dengan tujuan agar dapat bermain lebih nyaman dan leluasa. Alat yang diperlukan untuk bermain bebentengan ini juga mudah, hanya bata, batu, atau menggunakan baik tiang maupun pilar sebagai markas untuk masing-masing kelompok. Markas inilah yang disebut sebagai “benteng”. Letak masing-masing markas harus berjauhan, contohnya letak benteng kelompok A di sudut timur maka kelompok B harus berada di sudut barat. Ada beberapa peraturan yang harus ditaati saat bermain bebentengan. Misalnya peraturan bagi para pemain. Tiap pemain pada kedua kubu harus menyentuh benteng untuk menandakan bahwa statusnya adalah baru. Kalau seandainya, salah satu pemain lama tidak menyentuh benteng, maka pemain akan disebut lamo. Pemain dengan status lamo dapat diburu dan ditawan oleh lawan yang statusnya baru. Saat pemain tertawan oleh pihak musuh, pemain tersebut akan berdiri bergandengan dekat benteng lawan yang menawannya. Para tawanan tidak dapat memburu lawan hingga mereka dibebaskan oleh teman-teman dari bentengnya dengan cara menyentuh teman-teman lainnya yang menjadi tawanan. Lalu, apa yang menjadi tujuan dari permainan ini? Tujuan utama permainan ini adalah menyerang dan merebut benteng lawan dengan menyentuh apa saja yang telah disepakati dari pihak lawan sebagai batas markas dan meneriakkan kata benteng tanpa tersentuh lawan. Jadi, di awal mula permainan, salah satu pemain dari tiap kelompok maju, menyerang, atau menantang pihak lawan. Pemain lawan kemudian akan balik menyerang dengan mengejar dan berusaha untuk menangkap kubu lainnya. Akhirnya, para pemain akan saling mengejar sekaligus menghindar satu dengan lainnya. Lamo yang maju dan tertangkap akan menjadi tawanan musuh. Nah, di sela-sela permainan, kerap kali terjadi kehabisan personil alias pemain karena ditawan oleh pihak lawan dan benteng terkepung. Lawan pengepung dapat membebaskan teman-temannya yang juga menjadi tawanan dan dijaga oleh personil di benteng lawannya. Sisa pemain dari benteng terkepung dapat mengejar dan menyerang para pengepung lamo untuk mempertahankan bentengnya atau mengirim penyerang ke benteng pengepung apabila tidak ada yang menjaga. Selain dengan mengambil alih benteng lawan, ada juga lho, cara memenangkan bebentengan. Caranya adalah dengan menawan seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Bagaimana menentukan siapa orang yang berhak menawan? Hal ini ditentukan dari pemain yang paling akhir menyentuh benteng mereka. Sebenarnya, kalah menang tak jadi masalah dalam permainan ini karena kebersamaan sekaligus kesenangan tersendiri yang didapatkan saat bermain bersama teman-teman itulah yang menjadi poin utamanya, kalau dibandingkan dengan permainan lainnya yang tidak memerlukan banyak orang. Tentunya, bermain bersama akan jauh lebih menarik dibandingkan hanya diam duduk atau bermain sendirian di rumah. Bukankah anda berpikir demikian?
Walaupun terdengar remeh dan mudah, bebentengan juga punya nilai plus sebagai permainan khas Sunda. Kalau meninjau dari sisi edukatif, permainan ini mampu menunjang perkembangan bakat anak dan mengajarkan strategi untuk mengecoh lawan. Selain itu, dengan berlarian dan berkeringat, bebentengan juga melatih kecepatan dalam berlari dan kelincahan tubuh khususnya untuk perkembangan jasmani anak-anak. Bahkan, usut punya usut, menurut Yayat Sudaryat, Guru Besar Sastra Universitas Pasundan di Bandung, bebentengan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Menurut penuturan Yayat, bebentengan pada zaman Belanda digunakan sebagai strategi pertahanan Indonesia terhadap gempuran penjajah Belanda, walaupun kini, bebentengan dimaksudkan sebagai permainan dengan tujuan yang tidak jauh berbeda dengan zaman dahulu, yaitu untuk mempertahankan benteng dari musuh. Wah, menarik sekali bukan?
Siswa-siswa SD sedang bermain bebentengan
Asyiknya bermain bebentengan!

  • Congklak
Masih ingatkah anda dengan permainan tradisional yang satu ini? Congklak adalah salah satu dari sekian banyak permainan tradisional di Indonesia yang juga dikenal dengan berbagai macam nama di seluruh Indonesia. Misalnya di Jawa, lebih terkenal dengan sebutan congklak, dakon, dhakon, atau dhakonan. Sementara di Sumatera berkebudayaan Melayu, dikenal dengan nama congklak, berbeda lagi dengan Lampung, yang menyebut permainan ini dentuman lamban, atau di Sulawesi yang mengenalnya dengan namaMokaotan, Maggaleceng, Aggacalang, dan Nogarata. Permainan yang umumnya diminati oleh kaum hawa baik dari usia kanak-kanak hingga dewasa ini menggunakan sebuah papan bernama papan congklak yang terbuat dari kayu atau plastik beserta 90 (14 x7) buah biji kewuk, lokan atau menggunakan cangkang kerang yang dinamakan biji congklak atau buah congklak. Batu-batuan, kelereng, atau plastik juga bisa digunakan sebagai biji congklak. Pada papan congklak, terdapat 16 buah lubang yang terdiri atas 14 buah lubang kecil dan 2 buah lubang besar di sisi yang berseberangan. Tiap 7 lubang kecil dan satu lubang besar di sisi kanan pemain dianggap sebagai milik pemain. Di awal permainan, tiap lubang kecil akan diisi dengan 7 buah biji congklak. Permainan ini dimainkan oleh 2 orang yang saling berhadapan dan salah seorang yang memulai dapat memilih biji-biji congkak lubang mana yang akan diambil dan meletakkan biji-biji tersebut satu persatu ke lubang yang berada di sebelah kanannya dan seterusnya. Kalau biji congklak habis di lubang kecil yang berada di sisinya, pemain akan mengambil seluruh biji di sisi yang berhadapan, artinya, diperbolehkan mengambil biji dari sisi lawan. Tetapi, apabila pemain berhenti di lubang kosong di sisi pemain lawan, maka pemain harus berhenti dengan tidak mendapatkan apa-apa. Permainan akan dianggap selesai bila sudah tidak ada lagi biji congklak yang dapat diambil atau dengan kata lain, seluruh biji congklak sudah berada di lubang besar milik kedua pemain. Penentuan pemenang permainan yang satu ini adalah dengan menghitung jumlah biji congklak yang didapatkan. Siapa yang mendapat paling banyak, dialah yang akan keluar sebagai pemenangnya.
Meski congklak memang tidak terlalu melatih perkembangan jasmani anak, permainan yang dapat dilakukan di lantai atau di atas meja ini dapat melatih keterampilan dalam menghitung dengan membuat para pemain menghitung jumlah biji congklak dan juga melatih tanggung jawab pada diri sendiri, pengaturan strategi dan rasa setia kawan. Manfaat-manfaat yang terdapat pada permainan yang terlihat sederhana ini membuat saya teringat akan  saat-saat menyenangkan saat bermain congklak bersama kakak, baik saat dihadapkan pada kekalahan telak maupun kemenangan mutlak. Sangat disayangkan, permainan yang bernilai seperti ini sudah mulai ditinggalkan oleh generasi penerus zaman sekarang. Padahal, kalau diingat-ingat, permainan ini juga tak kalah menarik dibandingkan game-game yang ada diplaystation.
Biji congklak dari cangkang kerang
Papan congklak
Permainan congklak umumnya digemari anak perempuan

  • Engklek
Engklek, yang juga dikenal dengan sebutan Sunda Manda ini diyakini memiliki nama asliZondag Maandag yang merupakan bahasa Belanda. Menilik sejarah yang ditinggalkan Belanda pada bangsa kita, Indonesia, diyakini permainan engklek masuk ke Indonesia melalui Belanda. Engklek banyak dimainkan di kalangan anak perempuan di Eropa pada masa perang dunia sedangkan pada masa penjajahan Belanda, banyak dijumpai anak-anak perempuan Belanda yang bermain permainan tradisional ini. Sering berjalannya waktu, engklek mulai diminati juga oleh anak laki-laki dan menjadi permainan yang populer bahkan hingga Indonesia merdeka.
Namun bagaimanakah sebenarnya cara bermain engklek dan apa saja aturan yang harus dipatuhi dalam bermain engklek? Mungkin ada saja di antara kita yang masih bingung dan belum tahu permainan tradisional engklek, namun hal ini wajar saja terjadi mengingat semakin
berkembangnya teknologi yang menyuguhkan banyak permainan yang dianggap lebih menarik ketimbang permainan yang satu ini. Engklek bisa dimainkan baik hanya 1 orang saja maupun lebih dari 1 orang anak, atau dimainkan beregu. Umumnya untuk permainan beregu, dimainkan oleh 2 regu dengan masing-masing regu terdiri dari beberapa anak.
Engklek biasanya dimainkan di lapangan atau halaman, karena termasuk salah satu permainan outdoor atau permainan yang harus dilakukan di luar rumah. Ukuran lapangan untuk bermain engklek biasanya berkisar 3-4 meter persegi dan bisa dilakukan baik di atas pelataran ubin, tanah atau aspal sekalipun. Arena permainan engklek biasanya berupa kotak-kotak persegi panjang dengan ukuran sekitar 30 hingga 60 cm2. Arena engklek biasanya dibuat menggunakan kapur tulis, pecahan genteng, arang, atau alat apapun yang bisa dimanfaatkan untuk menggambar kotak-kotak pada arena engklek.
Menjawab pertanyaan mengenai cara bermain dan aturan dalam permainan engklek, permainan tradisional sederhana ini dimulai dengn melemparkan sebuah pecahan genting atau batu berbentuk pipih. Satu anak hanya akan memiliki 1 pecahan genting yang disebut gacuk. Engklek dilakukan secara bergantian dengan mendundi terlebih dulu urutan pemain yang akan bermain. Pemain pertama harus melemparkan gacuknya ke kotak pertama terdekat dan pemain harus melompat-lompat ke semua kotal secara berurutan hanya dengan menggunakan satu kaki, sementara kaki lainnya harus diangkat dan tidak boleh menyentuh tanah maupun arena engklek. Kotak dengan gacuk milik pemain tersebut tidak boleh diinjak dan harus dilewati tanpa menyentuh atau menginjak garis pembatas.
Tujuan dari permainan engklek ini adalah meloncati setiap kotak sampai ujung terjauh yang biasanya berbentuk setengah lingkaran atau kotak yang besar. Setelah itu, pemain harus kembali ke tempat awal dengan cara melompat lagi. Seandainya pemain telah tiba di kotak dengan gacuk miliknya, pemain harus mengambil gacuk itu dengan tangannya sementara satu kakinya harus tetap terangkat. Kemudian dilanjutkan dengan membawa gacuk tersebut sampai keluar dari kotak pertama. Permainan ini tidak selesai hanya sampai pada tahap itu saja, pemain harus kembali mengulang permainan ini dengan melempar gacuk dari mulai kotak pertama hingga seluruh kotak dan menyelesaikannya kembali ke kotak pertama. Namun, kalau anda melanggar aturan permainannya, anda tidak diperbolehkan melanjutkan permainan untuk sementara hingga semua pemain lainnya selesai mendapat giliran bermain.
Permainan dinyatakan selesai jika gacuk seorang pemain telah melalui semua kotak hingga kembali lagi ke kotak pertama. Kemudian, pemain akan berdiri membelakangi lapangan engklek dan melemparkan gacuknya ke belakang. Seandainya, pemain tersebut beruntung, gacuk miliknya akan berhenti di dalam salah satu kotak yang kosong. Kotak tersebut otomatis akan dinyatakan sebagai rumahnya. Namun, kalau lemparan gacuknya melesat hingga keluar lapangan permainan ataupun menyentuh garis batas antar kotak, maka pemain harus mengulang lemparannya setelah pemain berikutnya selesai melempar. Aturan lainnya, kotak yang sudah ada pemiliknya tidak boleh diinjak pemain lainnya maupun disentuh oleh gacuk pemain lain.
Engklek sendiri sebenarnya memiliki filosofi mendalam meski terasa gampang-gampang susah saat memainkannya. Permainan ini dapat diartikan sebagai simbol usaha manusia untuk membangun rumah dan mencapai kekuasaan. Intinya, setiap hal yang dilakukan, baik dalam hal kecil maupun yang besar, harus dilakukan dengan usaha. Tapi, tentu saja, setiap usaha harus dibarengi dengan adanya kepatuhan untuk mengikuti tiap aturan bermain yang berlaku.
Engklek di masa kini bahkan telah dimodifikasi menjadi permainan baru yang edukatif. Mungkin anda pernah mendengar permainan engklek anti korupsi yang dibuat dengan tujuan menanamkan kontrol diri pada anak dan media pembelajaran anti korupsi usia dini. Nah, permainan ini merupakan jenis permainan tradisional engklek dengan aturan main yang hampir sama dengan engklek tradisional yang dulu anda mainkan. Ide kreatif ini dikembangkan oleh Tim PKMM Fakultas Psikologi UNDIP. Alat dan bahan yang digunakan pun cukup sederhana, yaitu dengan menggunakan PIN lempar (ghaco) yang memiliki fungsi sama dengan gacuk pada permainan engklek tradisional. Letak perbedaannya dapat ditemukan pada adanya kartu berisi permasalahan-permasalahan yang harus dijawab oleh pemain. Kartu yang terdapat pada permainan ini adalah kartu rumah, mobil, bintang, cinta, dan jempol. Masing-masing kartu memiliki perannya dalam menanamkan 5 nilai penting, rumah menanamkan kesabaran, mobil menanamkan kejujuran, bintang melambangkan aku anak tertib, cinta yang berarti aku sayang temanku (berbagi), dan terakhir jempol yang menanamkan nilai maaf dan memaafkan. Dengan adanya permainan engklek anti korupsi ini sendiri telah memberitahu kita semua, bahwa permainan tradisional tak hanya boleh dimainkan di zaman dulu saja, anak-anak masa kini pun bisa tetap menikmati permainan sederhana ini dengan tetap mengikuti perkembangan zaman.
Permainan engklek juga digemari oleh anak laki-laki
Anak kecil saja suka bermain engklek!
Ini dia engklek antikorupsi!
Mari kita kembali pada permasalahan yang ada di Indonesia. Jika kita mau berkaca, tak hanya permainan tradisional saja yang mulai tidak dilirik oleh anak-anak Indonesia. Lagu-lagu daerah, baju daerah, seni tari dan pertunjukan di Indonesia. Saya bahkan masih bisa menyebutkan banyak hal yang mulai dilupakan oleh kita yang mengaku berbangsa Indonesia. Tak dapat dipungkiri, teknologi membuat kita lupa akan warisan tradisional yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita, namun kita semua bisa mengingat banyaknya hal positif yang dapat dimanfaatkan dari teknologi untuk lebih memperhatikan budaya kita sendiri. Budaya menunjukkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia, sebagai orang-orang yang mengaku cinta Tanah Air. Menurut Pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi: “kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah,” menjadi tolak ukur sejauh mana Indonesia sebenarnya memiliki keberagaman budaya. Kebudayaan kaya yang kita miliki inilah, yang akan senantiasa membuat kita sadar akan sejarah yang pernah terjadi di Indonesia dan sekaligus menjadi kebanggaan Indonesia sebagai Negara berkembang yang luar biasa.
Seharusnya kita malu kalau terus-terusan mengikuti budaya asing. Ini saatnya untuk kita semua kembali merenung dan memikirkan siapa yang sanggup memajukan bangsa Indonesia. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya dan berusaha untuk melestarikannya. Sadarilah kalau kita semua adalah harapan bangsa, bibit-bibit yang harus mencintai tanah airnya sendiri. Tak masalah walaupun anda yang saat ini sedang membaca artikel ini sudah tak lagi muda. Anda bisa membantu melestarikan budaya dengan menanamkan nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia. Anda bisa membantu dengan mengajarkan anak-anak anda untuk mempelajari lagu-lagu daerah, bermain permainan tradisional, atau mengajak mereka mempelajari bahasa daerah seperti bahasa Sunda atau Jawa. Untuk anda yang masih muda, marilah mulai kembali ke titik nol dan mulai mempelajari kebudayaan di Indonesia, seperti belajar tari-tarian, mengenal nama-nama senjata tradisional, hingga mengampanyekan cinta budaya, karena melupakan budaya sendiri dapat meruntuhkan negara yang besar ini. Para pejuang mungkin telah meninggalkan dunia ini, tapi jangan biarkan cita-citanya untuk mempertahankan bangsa yang besar ini ikut pupus bersama jasadnya.
Akhir kata, marilah kita mengingat kalau kita adalah para pejuang masa kini. Mari kita mulai menyayangi budaya kita dari sekarang, dari detik ini. Karena kalau bukan sekarang, kapan lagi ? Kalau bukan kita, siapa lagi?
Sumber:
http://www.sorgemagz.com/?p=2921http://uniknya.com/2011/08/5-permainan-tradisional-jawa-barat/http://multimediabersatu.wordpress.com/2012/06/28/10-permainan-tradisional-anak-indonesia-yang-patut-dilestarikan/http://id.wikipedia.org/wiki/Congklakhttp://permainantradisional1.blogspot.com/2013/01/permainan-tradisional-engklek.htmlhttp://acch.kpk.go.id/engklek-sebagai-media-pendidikan-antikorupsihttp://santisitihardianti.blogspot.com/2012/11/permainan-khas-sunda.htmlhttp://abdibogohindonesia.blog.com/2014/01/24/permainan-tradisional-melirik-warisan-yang-terlupakan/
< >

SERBA SERBI SUNDA


Sampurasun!
Bahasa Sunda atau yang lebih dikenal dengan Basa Sunda merupakan bahasa daerah kedua terbesar di Indonesia yang berasal dari provinsi Jawa Barat dan telah menyebar hingga ke Jawa Tengah. Dewasa ini, ada banyak orang-orang yang tertarik untuk belajar bahasa Sunda, baik diajari di sekolah secara langsung oleh guru maupun melalui pemanfaatan teknologi melalui internet.
Penasaran? Yuk, ikuti langkah pembelajaran ini!

ARTI KATA “SUNDA”

Dalam bahasa Sanskerta, kata “Sunda” memiliki arti:
  1. Sunda berasal dari akar kata “Sund” yang berarti bercahaya
  2. Sunda berasal dari kata “Cuddha” yang berarti putih bersih
Sedangkan dalam bahasa Sunda, kata “Sunda” memiliki arti:
  1. Sunda berasal dari kata “Saunda” yang berarti lumbung, bermakna subur
  2. Sunda berasal dari kata “Sonda” yang berarti bagus, unggul, senang, dan bahagia

SEJARAH BAHASA SUNDA

Sejarah bahasa Sunda bermula dari penemuan sebuah prasasti pada abad ke-14 di kota Kawali, Ciamis. Prasasti tersebut dituliskan pada sebuah batu dengan menggunakan aksara Sunda kuno yang berisi mengenai jasa Eyang Adipati Wastukentjana bagi Keraton Surawisesa dalam membuat parit pertahanan di sekeliling ibukota Kawali.
Selain itu, ada pula penemuan naskah-naskah yang dituliskan di atas daun menggunakan aksara Sunda kuno pada abad ke-15. Jumlah naskah-naskah menggunakan aksara Sunda kuno lebih banyak ditemukan dibandingkan prasasti karena permukaan daun lebih mudah untuk ditulis daibandingkan permukaan batu, sehingga perbendaharaan kata yang digunakan lebih banyak dan struktur bahasanya pun lebih jelas.

PERKEMBANGAN BAHASA SUNDA

Pada akhir abad ke-17, bahasa Sunda sudah mulai tergeser penggunaannya akibat masuknya Kerajaan Mataram yang menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa resmi di lingkungan pemerintah. Meskipun demikian, bahasa Sunda tetap digunakan oleh orang-orang Sunda dalam percakapan sehari-hari.
Hingga pada abad pertengahan ke-19, bahasa Sunda mulai digunakan kembali di dalam penulisan, termasuk dalam penulisan karya sastra. Bahasa Sunda pun sempat terpengaruh oleh bahasa Belanda, Latin, Melayu, dan bahasa Indonesia.
Dewasa ini, bahasa Sunda sudah mulai ditinggalkan dalam pemakaian di kehidupan sehari-hari namun ada banyak orang-orang Sunda yang mempertahankan keberadaannya. Tak jarang pula, ada banyak sekolah-sekolah yang mewajibkan peserta didik mereka untuk mempelajari bahasa Sunda dengan benar sebagai bentuk dari mempertahankan keberadaan bahasa Sunda.

TATA BUNYI BAHASA SUNDA

Vokal (Aksara Swara)
Dalam bahasa Sunda, terdapat tujuh macam vokal, yaitu:
  1.  “a” diucapkan seperti dalam kata “anda” (contoh: raka berarti kakak)
  2. “e” diucapkan seperti dalam kata “cemas” (contoh: genep berarti enam)
  3. “é” diucapkan seperti dalam kata “lem” (contoh: éncer berarti cair)
  4. “eu” diucapkan mirip dengan “e” namun mulut lebih terbuka (contoh: euweuh berarti tidak ada)
  5. “I” diucapkan seperti dalam kata “isi” (contoh: hiji berarti satu)
  6. “o” diucapkan seperti dalam kata “otot” (contoh: polo  berarti otak)
  7. “u” diucapkan seperti dalam kata “ubur-ubur” (contoh: umum berarti publik)
 Konsonan (Aksara Ngagalena)
Dalam bahasa Sunda, terdapat 23 macam konsonan, yaitu:
Ka, ga, nga, ca, ja, nya, ta, da, na, pa, ba, ma, ya, ra, la, wa, sa, ha, fa, va, qa, xa, dan za
(semuanya diucapkan sama seperti dalam bahasa Indonesia)
Aksara fa, va, qa, xa, dan za merupakan aksara-aksara baru yang dipakai untuk mengkonversi bunyi aksara Latin.
Yuk, coba latih pelafalanmu dalam bahasa Sunda!
“Sakadang kuya manggih tulang maung ti leuweung. Ceuk pikirna alus lamun dijieun suling. Ngan kusabab menehna mah teu bisaeun ngaliangan, kapaksa ménta tulung ka sakadang bangbara. Sanggeus diliangan tulang maung téh bias ditiup.”

AKSARA SUNDA

Aksara Sunda merupakan huruf yang berasal dari tanah Sunda dan digunakan oleh penulis bahasa Sunda pada zaman dahulu kala. Aksara Sunda terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Aksara Swara (vokal) dan Aksara Ngagalena (konsonan). Aksara Swara  adalah huruf  vokal  yang dapat berperan sebagai sebuah suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah, maupun akhir sebuah kata. Sedangkan Aksara Ngagalena adalah huruf konsonan yang dapat berperan sebagai sebuah kata maupun suku kata yang bisa menempati posisi awal, tengah, maupun akhir sebuah kata.
Seiring masuknya pemerintahan Belanda ke Indonesia, aksara Sunda mengalami kepunahan karena pada waktu itu pemerintah Belanda melarang segala sesuatu yang berbau budaya. Tak mau kalah, ada banyak orang yang berkontribusi untuk membangkitkan kembali penggunaan aksara Sunda ini melalui pembentukan komunitas dan menyisipkan materi ini dalam buku pelajaran anak sekolah. Salah satu bukti nyata penggunaannya, yaitu adanya penulisan nama jalan menggunakan aksara Sunda di beberap kota.
Yuk, kita belajar aksara Sunda!
Aksara Ngagalena

Aksara Ngagalena
Aksara Swara

Aksara Swara
Ada 14 kiasan yang digunakan dalam penulisan aksara Sunda dan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:
Kiasan yang ditulis di atas aksara

Kiasan yang ditulis di atas aksara
Kiasan yang ditulis di bawah aksara

Kiasan yang ditulis di bawah aksara
Kiasan yang ditulis sejajar dengan aksara

Kiasan yang ditulis sejajar dengan aksara

PEMANFAATAN TEKNOLOGI UNTUK BAHASA SUNDA

Seiring perkembangan zaman, teknologi yang canggih pun mulai berkembang. Perkembangan teknologi dapat memicu perkembangan politik serta peekonomian suatu negara, termasuk budaya.
Bahasa Sunda merupakakn salah satu harta budaya yang berharga bagi Indonesia. Sungguh disayangkan apabila teknologi yang ada tidak dimanfaatkan untuk mengembangkan bahasa Sunda.
Dewasa ini, bahasa Sunda sudah mulai dipelajari kembali oleh banyak orang, termasuk orang asing. Ada banyak orang asing yang tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia yang lain sehingga mereka memulai perjalanan ketertarikan mereka dengan mempelajari bahasa Sunda. Dengan demikian, bahasa Sunda semakin populer sedikit demi sedikit.
Dahulu, anak-anak sekolah hanya dapat mempelajari bahasa Sunda di sekolah yang diajarkan oleh guru-guru mereka sehingga peluang mereka untuk mempelajari bahasa Sunda sangat minimum. Sekarang, anak-anak sekolah tidak hanya dapat mempelajari bahasa Sunda di sekolah saja tetapi juga dapat mempelajari bahasa Sunda melalui internet.
Perkembangan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk membentuk komunitas-komunitas yang dapat memicu ketertarikan anak-anak bangsa untuk mempelajari dan menggunakan bahasa Sunda dalam percakapan mereka. Selain itu, pembentukan stand mengenai pembelajaran bahasa Sunda melalui acara wisata khas Sunda juga mampu menarik minat orang-orang dalam negeri maupun luar negeri untuk datang berkungjung sehingga mampu meningkatkan perekonomian Indoensia. Apalagi menggunakan teknologi berupa pemasaran secara online karena akan member peluang yang lebih besar bagi orang-orang untuk datang berkunjung. Dengan demikian, teradpat timbal balik yang selaras.

KESIMPULAN

Mari kita lestarikan bahasa Sunda dengan mempelajarinya secara benar dan memanfaatkannya bagi perkembangan Indonesia karena bahasa Sunda merupakan salah satu dari ribuan harta budaya Indonesia yang berharga. Melestarikan budaya kita sejak dini akan menghasilkan budaya yang tetap utuh di masa mendatang, laksana peribahasa mengatakan “Tak lapuk dek hujan, tak lekang dek panas.”

Sumber:
< >